Lebih Jauh dengan HIV/AIDS dan Penanggulanggannya
Sampai kini, mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan. Padahal jika dipahami secara logis, HIV/AIDS bisa dengan mudah dihindari. Bagaimana itu? Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 1987, kasus HIV/AIDS ditemukan untuk pertama kalinya hanya di Pulau Bali. Sementara sekarang, hampir semua provinsi di Indonesia sudah ditemukan kasus HIV/AIDS.
Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu
bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor
kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman
tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh
oleh masyarakat.
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam
cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air mani atau
cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah
terinfeksi. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular
oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita
telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :
- Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
- Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
- Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
- Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
Penularan
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang
biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan,
penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang,
penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah
bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS.
Sedangkan OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga
(anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok
usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV
perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi
dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang
tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda
klinis penderita AIDS :
- Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
- Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala minor :
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata yang gatal
- Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
- Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
- Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
- Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
- Bayi yang ibunya positif HIV
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan,
yaitu ; menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,tidak
menggunakan jarum suntik secara bersam-sama, dan sedapat mungkin tidak
memberi ASI pada anak bila ibu positif HIV. Sampai saat ini belum ada
obat yang dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk
menekan perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA tersebut
meningkat. Obat ini harus diminum sepanjang hidup.
Skrining Dengan Teknologi Modern
Sebagian besar test HIV adalah test antibodi yang
mengukur antibodi yang dibuat tubuh untuk melawan HIV. Ia memerlukan
waktu bagi sistim imun untuk memproduksi antibodi yang cukup untuk
dideteksi oleh test antibodi. Periode waktu ini dapat bervariasi antara
satu orang dengan orang lainnya. Periode ini biasa diseput sebagai
‘periode jendela’. Sebagian besar orang akan mengembangkan antibodi yang
dapat dideteksi dalam waktu 2 sampai 8 minggu. Bagaimanapun, terdapat
kemungkinan bahwa beberapa individu akan memerlukan waktu lebih lama
untuk mengembangkan antibodi yang dapat terdeteksi. Maka, jika test HIV
awal negatif dilakukan dalam waktu 3 bulan setelah kemungkinan pemaparan
kuman, test ulang harus dilakukan sekitar 3 bulan kemudian, untuk
menghindari kemungkinan hasil negatif palsu. 97% manusia akan
mengembangkan antibodi pada 3 bulan pertama setelah infeksi HIV terjadi.
Pada kasus yang sangat langka, akan diperlukan 6 bulan untuk
mengembangkan antibodi terhadap HIV.
Tipe test yang lain adalah test RNA, yang dapat
mendeteksi HIV secara langsung. Waktu antara infeksi HIV dan deteksi RNA
adalah antara 9-11 hari. Test ini, yang lebih mahal dan digunakan lebih
jarang daripada test antibodi, telah digunakan di beberapa daerah di
Amerika Serikat.
Dalam sebagian besar kasus, EIA (enzyme immunoassay)
digunakan pada sampel darah yang diambil dari vena, adalah test skrining
yang paling umum untuk mendeteksi antibodi HIV. EIA positif (reaktif)
harus digunakan dengan test konformasi seperti Western Blot untuk
memastikan diagnosis positif. Ada beberapa tipe test EIA yang
menggunakan cairan tubuh lainnya untuk menemukan antibodi HIV. Mereka
adalah
-
Test Cairan Oral. Menggunakan cairan oral (bukan saliva) yang dikumpulkan dari mulut menggunakan alat khusus. Ini adalah test antibodi EIA yang serupa dengan test darah dengan EIA. Test konformasi dengan metode Western Blot dilakukan dengan sampel yang sama.
-
Test Urine. Menggunakan urine, bukan darah. Sensitivitas dan spesifitas dari test ini adalah tidak sebaik test darah dan cairan oral. Ia juga memerlukan test konformasi dengan metode Western Blot dengan sampel urine yang sama.
Jika seorang pasien mendapatkan hasil HIV positif,
itu tidak berarti bahwa pasangan hidup dia juga positif. HIV tidak harus
ditransmisikan setiap kali terjadi hubungan seksual. Satu-satunya cara
untuk mengetahui apakah pasangan hidup pasien tersebut mendapat HIV
positif atau tidak adalah dengan melakukan test HIV terhadapnya.Test HIV
selama kehamilan adalah penting, sebab terapi anti-viral dapat
meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan kemungkinan dari wanita hamil
yang HIV positif untuk menularkan HIV pada anaknya pada sebelum, selama,
atau sesudah kelahiran. Terapi sebaiknya dimulai seawal mungkin pada
masa kehamilan.
Di Indonesia, rumah sakit besar di ibu kota provinsi
telah menyediakan fasilitas untuk test HIV/AIDS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar